Berlatarbelakang komik dan ilustrasi, Lilu Herlambang adalah seorang seniman visual yang tertarik dengan media fotografi, tattoo dan visual glitch. Ia menyelesaikan studi Desain Komunikasi Visual di Institut Teknologi Bandung dengan tugas akhir berupa esai fotografi berjudul “CIN(TA)TTOO KEPADAKU” yang dipamerkan di Galeri Hidayat, Bandung.
Sebagai individu yang menyukai petualangan, Lilu pernah menjadi relawan di beberapa negara di Asia Tenggara. Menetap di Siem Reap, Kamboja selama setahun untuk menjadi relawan Anjali House dan Soulcial Trust dimana ia menemukan minat besar pada fotografi, melakukan banyak proyek foto esai dengan siswa lokal dan tim basket kursi roda.
Bersama teman-teman yang terlibat dalan Gudskul : Studi Kolektif dan Ekosistem Seni Rupa, Lilu sekarang aktif dengan PSS Duren (Persekongkolan Siswa Selow), sebuah kolektif yang berfokus untuk mengembangkan praktik kerja kolaborasi lintas disiplin dalam meriset, mengembangkan, serta memproduksi berbagai proyek kesenian.
Dalam praktik keseniannya, Lilu selalu membawa topik tentang benturan antar kesendirian dan kebersamaan. Berbicara dengan kursi dan fungsionalitas, sepanjang perjalanannya di Asia Tenggara Lilu menemukan realitas yang sering bertabrakan antara ruang pribadi dengan ruang publik. Objek seperti bangku dan sofa yang selalu ditemukan dalam penempatan yang tidak konvensional, menjadi tempat untuk siapapun untuk duduk dan nongkrong.
Ia ingin mengabadikan bagaimana penduduk kota sebenarnya tidak memiliki batasan yang kaku pada ruang pribadi seperti misal ruang tamu. Pada dasarnya, Lilu memotret aset privat yang dibawa keluar dari ranah pribadi ke ruang publik untuk kemudian dapat dinikmati bersama.
Di waktu pandemi ini, Lilu berbicara tentang hubungan kursi dengan ruang kehidupan. Terkurung di dalam rumah, kursi kemudian menjadi sebuah pintu penghubung antar ruang pribadi dengan dunia luar- dimana sehari-hari dilewatkan dengan duduk di kursi dan mengamati realitas dari balik layar.
With a comic and illustration background, Lilu Herlambang is a visual artist who is interested in photography, tattoo and visual glitch media. She completed her Visual Communication Design study at the Bandung Institute of Technology with her final assignment in the form of a photographic essay entitled “CIN (TA) TTOO KEPADAKU” on display at the Hidayat Gallery, Bandung.
As an individual who likes adventure, Lilu has been a volunteer in several countries in Southeast Asia. Settled in Siem Reap, Cambodia for a year to volunteer at Anjali House and Soulcial Trust where she found great interest in photography, doing many photo essay projects with local students and the wheelchair basketball team.
Together with some friends involved in Gudskul: Collective Study and Art Ecosystem, Lilu is now active with PSS Duren (Selow Student Collaboration), a collective focused on developing cross-disciplinary collaborative work practices in researching, developing, and producing various art projects.
In her artistic practice, Lilu always brings the topic of clashes between solitude and togetherness. Speaking with chairs and functionality, throughout her journey in Southeast Asia, Lilu discovered the reality that often collides between private and public spaces. Objects such as benches and sofas that are always found in unconventional placement, become a place for anyone to sit and hang out.
She wants to capture how city residents actually do not have rigid restrictions on private spaces such as the living room. Basically, Lilu tries to portray private assets that are taken out of the private sphere into the public sphere and can then be enjoyed together.
During this pandemic, Lilu spoke about the relationship of chairs to the space of the living. Locked in the house, the chair then becomes a connecting door between private space and the outside world – where everyday is passed by sitting in a chair and observing reality from behind the screens.
Ini adalah sebuah benturan ruang publik dan privat di kala anda berjalan-jalan di pelosok Asia Tenggara; sekumpulan kursi, kerumunan orang, anda dapat menemukan apa saja di jalan. Ini bukan bangku jalan umum karena bentuk dan kondisinya bervariasi. Sofa tua yang sudah jebol, kursi rotan tergerus cuaca, ini adalah jenis-jenis kursi yang ada di rumah Anda.
Jadi, sebetulnya, dengan berjalan-jalan di pelosok Asia Tenggara ini, saya berlalu dan bertamu.
It is a collision of public and personal space as you wander through the streets of South East Asia; a huddle of chairs, a crowd of people, you can find anything on the street. These are not public street bench as they vary inshapes and conditions. Old broken-down sofas, weather conditioned rattan chairs, these are the kind of chairs as you have in your house.
So figuratively, as I am walking through the streets, at the same time, I am walking through your living room.
Work from Home = World from Chairs
Konsep yang diperluas dari “berjalan, bertamu” sebelumnya. Proyek, saya bermaksud untuk membawa fokus lagi ke kursi dan kesendirian, sementara juga menjadikan pandemi dan penguncian sebagai latar belakang proyek ini.
Di masa pandemi ini, orang berhenti bekerja. Semuanya terkunci, dan kami terpaksa menyesuaikan diri dengan gadget apa pun yang kami miliki di rumah. Ide membuat-lakukan itu meluas ke fungsi kursi, karena bekerja di rumah berarti banyak duduk yang terlibat.
Dengan cara pandang itu, kursi kemudian bisa dianggap sebagai bagian dari pintu gerbang dari rumah ke luar. Sama seperti Anda duduk di dalam rumah, Anda adalah bagian dari luar dengan bereaksi terhadap dunia.
Dalam proyek ini, saya mencoba untuk melakukan sedikit koleksi orang dan kursi mereka, bagaimana postur tubuh mereka bervariasi di antara orang-orang, apa itu kursi “nyaman” bagi mereka. Seberapa terlibat kursi mereka dalam rutinitas kerja sehari-hari, berada di rumah, dan sebagai pintu gerbang menuju kenyataan di luar.
Work from Home = World from Chairs
An extended concept of her previous “berjalan, bertamu.” project, I intend to bring the focus again to chair and solitude, while also taking the pandemic and lockdown as the background of this project.
In this time of pandemic, people stopped going to work. Everything was on a lockdown, and we’re forced to make-do with whatever gadgets we have in our homes. That idea of making-do extends to the function of chairs, as working at home means a lot of sitting involved.
With that perspective, chairs, then can be considered as a part of a gateway from their home into the outside. Just as you are sitting inside your home, you are a part of the outside by reacting to the world.
In this project, I try to do a little collection of people and their chairs, how their posture varies between people, what is a “comfortable” chair for them. How involved their chairs are in their daily routine of work, being home, and as a gateway to the reality outside.